Fraktur Hidup

Bibirnya terherot-herot dan dengan susah payah salam kami dia jawab. Maxilla dan mandibula nya membengkak, matanya terperosok dalam. Tisu yang sudah lencun itu di sapu lagi dekat bibir, menampung air liur yang terus menerus mengalir turun tak mau henti.

Mereka baru saja terselamat dari satu kemalangan ngeri. Dilanggar kancil milik seorang remaja cina. Si suami, Iskandar yang tabah; rahangnya lari beberapa centi, jari manisnya putus urat, dan giginya bahagian atas seperempat terbang di radak muncung kancil. Suminah sendiri luka-luka di tangan dan kaki.


Sesungguhnya mereka adalah orang-orang sederhana dengan semangat hidup yang luar biasa.


Suami isteri itu datang dari negara seberang, ditinggalnya kampung halaman yang ramah tamah, cuba-cuba menyerah nasib kepada Sang Penentu nasib di bumi Malaysia ini.

Saban hari Iskandar menyambung hidup dengan menjaja ikan, di tumpuknya ke dalam tong lalu disendeng di atas pelana motosikal tua di kiri dan kanan. Dengan hanya mengenang lelah isteri dan mata jernih anak yang harus disekolahkan, semangatnya bangun, berkeliling pekan, tembus ke kampung-kampung menjaja ikan sambil dipayung terik mentari. Malamnya beliau isi dengan berkhidmat ke masyarakat, mengajar mengaji di kampung-kampung yang pernah ia singgahi meraih rezeki. Ayah mengenalnya atas usaha-usaha mulia ini.

Setelah musibah ini datang, harus bagaimana Suminah menopang semua urusan dunia ini? untuk pulang dan menjungkir kembali takdir-takdir lama adalah hal yang tak mungkin.(Atau barangkali seperti kata Ebiet G.Ade, kenangan merah jingga memaksa mereka bertahan di sini)

Kulihat Suminah memandang keluar. Dalam dan kosong.

Sesungguhnya hati saya ngilu. Suminah di sisi Iskandar yang sudah lumpuh bicara itu masih sedaya upaya berwajah manis. Mengeraskan hatinya sendiri. Matanya bersinar sambil menyangga semangat untuk sang suami yang mulai hilang daya hidup.Inilah tuan, manusia ini punya cinta yang sederhana tapi seusai tersimpul menjadi begitu agung.

Ketika kami beransur pulang, Suminah genggam tangan ibu. Sekilas itu saya tahu rasa terima kasihnya yang terurung di dalam hati. “Harus tabah. Ujian datang dengan hikmah. Kuatlah mbak!” Dia angguk-angguk.

Suminah pandang keluar lagi. Barangkali menunggu pagi datang. Menunggu kehidupan.

4 comments:

  1. Anonymous  

    February 16, 2009 at 1:49 AM

    uh.."Allah does not impose upon any soul a duty but to the extent of its ability; for it is (the benefit of) what it has earned and upon it (the evil of) what it has wrought"(02:286),actually thy r selected people,i wonder wat would be the test for us since Allah hs told "Do men think that they will be left alone on saying, "We believe", and that they will not be tested?"(29:02),anyway,is he the 1 selling tempe??

  2. Sophie  

    February 17, 2009 at 9:37 AM

    I wonder how Allah choose people to be tested.Apparently, I am not HIS favorite, for i am living well and alive.so far.uff
    I dunno his part time job dik.Ya know Jawa ppl wud do anythin to survive.It can be thru tempe,tauhu,mee nurjannah,anythin..anythin..

  3. Anonymous  

    February 19, 2009 at 2:34 AM

    And javanese could go anywhere just to earn 1 cent. I'm one of them. Failure in my past brought me to Malaysia and hope it will benefit for me.

    Sophie + cahaya biru?? Is it yes?

  4. Sophie  

    March 1, 2009 at 10:10 AM

    Kawan ku Benlahmen,sekarang aku ingin 'gagal'..jadi punya alasan untuk melantur ke depan. Seperti kamu. Siapa tau terlantur sampe ke Jepang??:)

    CB+sophie << comment closed >>

Post a Comment