10.10

Friday, October 24, 2008
Jarang-jarang aku mahu mendengar pesan Jesus A.S tentang kasih dan sayang. Ku rasa antara banyak-banyak kekesalan ibu pernah menguncup fetus ku di celahan rahim nya, salah satunya adalah soal keengganan ku berpatisipasi dengan emosi; yang Jesus senang menyebut ‘CINTA’.
Tapi rupanya mereka terkecuali.

Gadis cantik dan terpelajar ini namanya Munirah. Menurut mata kekampunganku, wajahnya menyalin citra Choi Ji Woo (pelakon filem air mata Winter Sonata) dengan adunan melanin si jelitawan Tyra Banks itu. Ketika dia menghubungiku dari Manchester untuk misi sarjana Genetiknya, suaranya ceria bak bunga Seri Pagi disiram cahaya dinihari. “Sist, Kau akan suka dengan London.Datanglah ke sini, dan bawakan aku kasih sayang..”

Sehari sebelumnya, Shoukat menghambur-hambur duit menelefon ku dari Norway. Sejam setengah.Gila sekali. Lelaki dengan hati putih ini baru saja kehilangan kekasih, merajuk lalu menyerah diri kepada salji Norway. Seperti Hamid dengan rajuk Kaabahnya , mereka berdua sama saja.Pesimistik dan kalah berperang dengan taqdir. Lalu ku hibur dia dengan mitos jam 10.10. Kononnya tatkala seorang astrologist mengandai kematian Abraham Lincoln jatuh pukul 10.15, penduduk berpakat menghentikan jam menara besar di tengah kota Amerika itu pada pukul 10.10, mereka terdesak melawan qadar Abraham. Tapi takdir tentu saja tidak di tentukan dengan pusingan jam. Manusia fenomenal itu tetap saja mati,di tembak tepat pukul 10.15pm. Aku tak ingin apa-apa konklusi dari mitos ini, cukuplah bikin Shoukat tertawa dan berfikir panjang.
Sama ada Munirah mahupun Shoukat, biar mereka berpetualang di Negara asing dengan misi masing2, keduanya adalah bagian dari pembuktian falsafah persahabatan yang pernah ku hipotesis kan satu waktu dulu. Ia, aku dikenang jauh-jauh tanpa perlu alasan2 yang khusus. Rasanya menyenangkan. Tuan tahu,kerana 'alasan2' itu memenatkan. Jelas sekali,ia mengurangkan keikhlasan.

Sekarang ini, dalam rancu hidup dan dunia yang semakin kehilangan definisi bersahabat, bukan kepalang rasa terima kasih ku punya teman seperti mereka. Dengan manusia semacam ini, barulah pelan2 pesan Jesus singgah dalam kepalaku,dalam hatiku. Kawan-kawan,terima kasih.
Read On 0 comments